LARANTUKA, SUARAFLORES.NET,–Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Perhubungan Flores Timur, Leo Keban mengakui jika Proyek Pembangunan Jembatan Tambatan Perahu (JTP) Waiboleng Sagu tahun 2017 yang dibiayai Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp2,448 Milyar tidak berfungsi dengan baik.
Leo Keban, menerangkan, JTP yang didesain oleh Konsultan Perencana, Yosefina Nebo Kerans,ST, CV.Hatari Mandiri itu hanya khusus berfungsi pada saat air pasang. “Itu sesuai kesepakatan bersama Warga dan Pemerintah Desa Sagu saat sosialisasi hasil Survey bersama Tim dari Bandung. Warga pada saat itu setuju jika JTP yang dibangun nantinya hanya bisa difungsikan pada saat air pasang. Jadi itu kesepakatan Kami dengan masyarakat Desa Sagu. Masyarakat setuju kalau hanya digunakan saat air pasang dan dibuatlah berita acara.Jadi tidak ada yang menolak JTP itu,”ujar Leo Keban kepada media di Flotim.
Hal ini juga, katanya, sudah dilaporkan ke Bupati Flotim dan juga dihadiri Ketua DPRD Flotim. Ia juga mengungkapkan, proyek yang dikerjakan, Gabriel Seri De Ornay, CV.Yudistira Teknik ini sudah dua kali diaudit Inspektorat dan BPKP NTT, sehingga sudah dilakukan serah terima alias PHO. Sedangkan, dugaan keterlibatan keluarga dekat Bupati Flotim, yakni FH dalam proyek ini, turut dibenarkan Leo Keban.
“Iyah, FH bersama Kontraktor Pelaksana Gabriel Seri De Ornay di lapangan,”pungkas Leo Keban kepada awak media, meski terlihat ketakutan menjawab pertanyaan wartawan seputar peran FH dalam proyek JTP Waiboleng Sagu yang terkesan dipaksakan tersebut. Pasalnya, proyek dengan dana 2 Milyar lebih ini praktis mubazir hingga kini karena belum ada satu perahu pun yang berani merapat. Selain karena pada saat air laut surut bagian depan JTP mengalami kering hingga dasar laut, saat air pasang pun, tingginya hanya sekitar 2 M sehingga sangat beresiko untuk disandari perahu motor.
Aktivis Anti Korupsi Flores Timur, Fransiska B.Sabon Lamapaha kepada Suara Flores.Net menyampaikan, jika dilihat dari besarnya dana yang mencapai Rp2,448 M lebih dengan fisik bangunan JTP Waiboleng yakni panjang total 65 M, lebar belakang (Leter T) 25 M, panjang samping leter T, 20 M, tinggi belakang 2 M, tinggi depan 4 M dan lebar depan 6 M, maka proyek ini sangat menguntungkan kontraktor pelaksananya, meski hasil pekerjaannya tidak berfungsi.
“Saya lihat proyek ini sangat dipaksakan untuk mengejar fee yang besar. Selain tidak bermanfaat, tapi kualitas pekerjaannya tidak sesuai harapan. Apalagi dasar lautnya lebih berlumpur sehingga mestinya konstruksi dasarnya harus beton bukan kawat bronjong. Sudah begitu, letak JTP tepat berada di muara kali dan langsung berhadapan dengan lautan, akan sangat beresiko saat gelombang pasang,”pungkasnya saat bertemu Suara Flores.Net usai meninjau lokasi JTP Waiboleng Sagu, belum lama ini.
Menurutnya, alasan yang disampaikan PPK Leo Keban bahwa JTP itu dibangun hanya karena warga menerimanya, tidak bisa dibenarkan. Sebab, jelas-jelas JTP itu rendah manfaatnya dan berpotensi merugikan keuangan negara. Dan, jauh dari akses warga, 1 Km dari Desa Sagu, dengan kondisi jalan yang buruk. Apalagi, bukan merupakan sesuatu yang sifatnya mendesak dan darurat untuk dibangun.
“Saya kira, bukan alasan yang tepat jika JTP Waiboleng itu dibangun karena warga menerimanya. Buktinya, tidak ada warga yang sudah memanfaatkannya hingga kini,”protes Icha Lamapaha, keras. Pihaknya, sebut Icha, terus melakukan investigasi terkait proyek JTP Waiboleng Sagu ini untuk mengungkap fakta-fakta dibalik proyek ini, yang terindikasi kuat adanya tindak pidana korupsi, untuk kemudian dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta.
Misalnya,kata dia, terkait peran kontraktor FH, yang adalah keluarga dekat Bupati Flotim yang selalu berada di lokasi proyek. Padahal, pemenang lelangnya yakni Gabriel Seri De Ornay, CV.Yudistira Teknik. Kemudian, pihaknya juga mengungkap berbagai hal lain yang ditemui seperti rusaknya mesin genzet las milik warga Sagu, Boro Darius yang dipinjam pakai oleh kontraktor tetapi tidak pernah diperbaiki sampai dengan saat ini.
“Iyah, Bapak Boro Darius, pemilik mesin genzet las itu harus berhenti bekerja hampir satu tahun lebih ini karena kontraktor pelaksana JTP Waiboleng Sagu itu tidak pernah datang lagi untuk memperbaiki mesin genzet itu,”tohok Siska, kesal.(Roberth/SFN)