LARANTUKA, SUARAFLORES.NET,–Terkatung-katungnya proyek air bersih Ile Boleng Rp13 M yang didanai APBD Kabupaten Flores Timur (Flotim) Tahun Anggaran 2018 melalui Dinas Pekerjaan Umum Flotim hingga saat ini karena terkendala urusan sumber mata air di wilayah Adonara Tengah yang belum tuntas. Hal ini membuat hilangnya animo dan dukungan masyarakat Ile Boleng terhadap proyek ‘politik’ Bupati-Wakil Bupati, Anton Hadjon-Agust Boli tersebut.
Bahkan, warga pun sudah mulai merasa jenuh untuk membicarakan ihwal proyek itu, yang sempat menjadi isu politik seksi saat Pemilihan Bupati-Wakil Bupati Flotim tahun 2016 lalu. Demikian komentar salah seorang warga Ile Boleng, Kosmas Kidi saat ditemui Suara Flores.Net, beberapa hari lalu untuk dimintai tanggapannya terkait perkembangan proyek air bersih Ile Boleng senilai Rp.13 M yang nasibnya kian tak tentu, pasca mandeknya urusan sumber mata air di wilayah Adonara Tengah yang difasilitasi Wakil Bupati Agus Boli beberapa kali, tapi tetap saja ditolak oleh masyarakat.
Menurut Kosmas Kidi, pihaknya bukan saja merasa sudah bosan untuk bicara atau diskusi, tetapi sudah tidak berharap lagi dengan proyek itu karena terlalu lama menunggu tuntasnya kemelut soal sumber mata air. Sementara, kebutuhan akan air bersih warga Ile Boleng saat ini sudah mulai teratasi setelah masing-masing desa memiliki sumur bor melalui suntikan dana desa.
“Misalnya yang terbaru Desa Harubala pun sudah punya sumber air sendiri pasca proyek sumur bor nya yang dibiayai dana desa tahun 2019 berhasil,”katanya.
Ia malah meminta Bupati-Wakil Bupati, Anton Hadjon-Agust Boli lebih baik mengalihkan dana Rp.13M itu untuk membantu desa-desa di Ile Boleng yang sudah miliki sumur bor agar bisa membuat sambungan langsung ke rumah-rumah warga.”Iyah, dari pada dana proyek itu mubazir, lebih baik dialihkan saja untuk bantu sambungan langsung ke desa-desa. Dan, itu jauh lebih bermanfaaf,”tambahnya lagi. Usulan menarik ini, juga dilontarkan tokoh masyarakat Ile Boleng, yang juga Caleg DPRD NTT Partai NasDem nomor urut 6, Tupen Ama Bernadus.
Menurutnya, jikalau sumber mata air di wilayah Adonara Tengah itu tetap tidak bisa diambil ke Ile Boleng, maka lebih baik dana Rp13 M itu dialihkan untuk bantu bangun sumur bor dan sambungan langsung bagi desa-desa di Ile Boleng. “Daripada dana itu hangus begitu saja meskipun beberapa tahapan pekerjaan seperti pengadaan pipa dan pengerjaan bak reservoar 200 meter kubik di Dokeng sudah dijalankan Kontraktor Pelaksananya PT.GNA, melalui Kuasa Direktur, Piet Dosinaen, lebih baik dana itu dibawa ke Ile Boleng untuk sambungan langsung bagi desa-desa yang sudah punya sumur bor maupun penambahan sumur bor lagi bagi desa yang belum punya,”tegasnya.
Hal ini, sebut dia, penting dan mendesak untuk segera diputuskan oleh Pemerintah dan DPRD Flotim saat ini. Ketimbang memaksakan diri untuk menunggu sebuah keputusan yang tidak pasti dari urusan sumber mata air di wilayah Adonara Tengah tersebut.
Sementara itu, sumber informasi Suara Flores.Net yang diperoleh dari salah satu tokoh masyarakat Adonara Tengah belum lama ini memberi sinyal kuat jikalau urusan sumber mata air ke Ile Boleng masih menemui jalan buntu. Dimana, pro dan kontra antara Tokoh masyarakat dengan warga yang tetap bersikeras menolak sumber mata air di Wilayah Lamaluo maupun Epubele masih kencang. “Hingga kini belum ada titik terangnya. Dan, mungkin bisa dibahas lagi pasca Pemilu 17 April 2019. Tapi, itupun tergantung pemerintah. Apakah masih mau turun memfasilitasi atau tidak,”ungkap sumber kuat itu yang enggan ditulis identitasnya.
Diakuinya, ruwetnya urusan sumber mata air proyek senilai Rp13 M ini telah membuat pihaknya turut pusing kepala. Pasalnya, proyek air bersih Ile Boleng tersebut telah menguras banyak energi masyarakatnya. Bahkan, terkesan terlalu kental muatan politisnya. “Iyah, seolah-olah menjadi arena politik bagi aktor-aktor politik untuk mencari dukungan politiknya, “pungkasnya lagi.
Selain itu, warga lainnya menegaskan bahwa patut menjadi catatan serius dari proyek senilai Rp13 M ini adalah, ada sekian dana bernilai milyaran rupiah yang sudah dibelanjakan oleh Kontraktor Pelaksana yakni untuk pengadaan pipa dan asesoriesnya, serta pembangunan satu buah bak reservoir 200 meter kubik di Desa Dokeng Ile Boleng. Meski, urusan sumber mata air terus terkatung-katung hingga kini. Padahal, proyek yang dibiayai APBD Flotim itu, hanya bertahun anggaran 2018. Bukan tahun Jamak atau Multiyears.
“Jikalau terkena syarat adendum sebuah proyek, tetapi pertanyaannya, sampai kapan masa Adendum itu berlaku dan apakah Kontraktor Pelaksananya bisa memenuhi kewajibannya? Ini yang mesti diawasi secara ketat oleh pihak terkait agar nasib uang rakyat itu bisa dipertanggungjawabkan. Dan, perlu sikap tegas Bupati Anton Hadjon untuk mengevaluasi kinerja kontraktor pelaksana dan pejabat dinas terkait. Jikalau progressnya buruk, maka sebaiknya dihentikan dan minta kontraktor pelaksananya kembalikan uang,”tutup Ama Bernadus.
DIberitakan beberapa waktu lalu, Warga Ile Boleng, terus mempertanyakan perkembangan proyek air bersih Ile Boleng senilai Rp13 Miliar (ralat sebelumnya 10 M), yang dibiayai APBD tahun Flores Timur Tahun Anggaran 2018 yang hingga saat ini belum ada titik terangnya.
Warga meminta Anggota DPRD Flotim, Daerah Pemilihan Ile Boleng untuk mencari tahu apa kendala utamanya agar bisa dicari jalan keluar untuk menyelamatkan uang rakyat yang telah dianggarkan tersebut, sekaligus bisa memenuhi kebutuhan rakyat Ile Boleng akan air bersih. Demikian simpul diskusi ringan bersama tokoh masyarakat Ile Boleng, Simon Laga Muda Makin,SH dan sejumlah warga di Desa Lewopao, Ile Boleng, belum lama ini.
Menurut Simon Laga, mantan Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT ini, rakyat Ile Boleng berhak untuk tahu apa masalah utamanya sehingga proyek dengan uang sebesar Rp13 M itu tidak bisa jalan hingga kini dan tidak ada informasi detail kepada rakyat Ile Boleng.
Padahal, lanjut dia, sesuai informasi yang diperoleh jika proyek ‘raksasa’ pertama dalam masa kepemimpinan Bupati-Wakil Bupati, Anton Hadjon-Agust Boli ini sudah dilelang dan mulai dikerjakan sebagiannya tahun 2018 oleh Kontraktor Pelaksana, Piet Dosi dengan menggunakan Kuasa Direktur PT.GNA, yang bermarkas di Ende, Flores bagian tengah itu kini sudah memasuki Bulan April 2019. (Roberth/SFN)