PNS Terkena Kasus Tipikor, Sumut Peringkat Satu, NTT Peringkat Dua

by -147 Views

JAKARTA, SUARAFLORES.NET,-Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menduduki posisi kedua dalam Data Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang terjerat kasus tindak pidana korupsi (Tipikor). Dalam data Kemendagri dan Kemenpan RI, 26 April 20119, yang diterima Suaraflores.Net, Sabtu (27/4), tertulis NTT berada di urutan kedua dengan total 204 kasus, dengan rincian 5 kasus terjadi di tingkat provinsi, 199 kasus di tingkat kabupaten dan kota. Dari kasus tersebut sebanyak 113 sudah di PTDH dan sebanyak 19 kasus belum di PTDH.

Sementara itu, Provinsi Sumatera Utara yang menduduki peringkat satu sebanyak 308 kasus, dengan rincian di tingkat provinsi 33 kasus, tingkat kabupaten/ kota 275. Sedangkan di posisi ketiga ditempati Provinsi Riau sebanyak 184 kasus, yang terdiri dari 28 kasus di tingkat provinsi dan 158 kasus di tingkat kabupaten/ kota. Menyusul Riau, adalah Provinsi Papua sebanyak 146 kasus, dan Provinsi Jawa Barat sebanyak 181. Selanjutnya, Provinsi Lampung dengan total 104 kasus, Provinsi Jawa Timur dengan total 101 kasus dan Provinsi Aceh sebanyak 101 kasus.

Dalam data tersebut juga dipaparkan, secara nasional (34 provinsi) total PNS yang terjerat kasus Tipikor sebanyak 2.496. Dari 2.496 kasus Tipikor tersebut yang sudah di PTDH sebanyak 1.732 kasus, dan yang belum di PTDH sebanyak 1.124 kasus.

MK Perkuat SKB Percepatan Pemberhentian PNS yang Sudah Inkrach

Beberapa waktu lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memperkuat Surat Keputusan Bersama (SKB) untuk percepatan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang sudah Inkrach kasus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Putusan tersebut, menjawab gugatan dari PNS Pemerintah Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau yang pernah divonis bersalah melakukan tindak pidana korupsi pada Tahun 2012 dengan menggugat Pasal 87 ayat (4) huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).

Berdasarkan putusan MK Nomor 87/PUU-XVI/2018 tersebut pemberhentian PNS tidak dengan hormat, adalah bagi mereka berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (Inkracht) karena melakukan perbuatan yang ada kaitannya dengan jabatan seperti korupsi, suap, dan lain-lain. Sedangkan untuk tindak pidana umum, seperti perbuatan yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain yang dilakukan tanpa perencanaan dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan.

Menanggapi hal itu, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kementerian Dalam Negeri, Dr. Bahtiar mengatakan, terkait SKB Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB), Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) bukanlah produk hukum baru, melainkan penegasan agar Kepala Daerah selaku pejabat pembina kepegawaian menjalankan kewajiban sebagaimana diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN.

“Prinsipnya SKB tersebut tidaklah membuat hukum baru. SKB tersebut menegaskan dan menghimbau Pejabat Pembina Kepegawaian agar menjalankan kewajibannya sebagaimana diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN untuk melaksanakan Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PTDH) terhadap PNS yang telah memperoleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkrach),” kata Bahtiar di Jakarta, Sabtu (27/04/2019).

Dengan demikian, lanjut dia, SKB tersebut masih sejalan dengan putusan MK. Bahtiar juga meminta kepala daerah untuk segera melaksanakan putusan tersebut paling lambat 30 April 2019. “SKB tersebut sejalan dengan putusan MK dan Kepala Daerah sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian diberi batas waktu melaksanakan putusan tersebut paling lambat tangga 30 April 2019,” tegas Bahtiar.

Selain itu, hingga kini proses pemberhentian PNS yang terjerat kasus Tipikor juga masih dilakukan. Data terakhir per- 26 April 2019 sumber dari Direktorat Fasilitasi Kelembagaan dan Kepegawaian Perangkat Daerah Ditjen Otonomi Daerah, Kemendagri menunjukkan sebanyak 1.372 PNS dikenai Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH), terdiri dari PNS Provinsi sebanyak 241 dan PNS Kabupaten/Kota sebanyak 1.131.

Dan data dari PNS yang belum PTDH sebanyak 1.124, terdiri dari dari PNS Provinsi sebanyak 143 dan PNS Kabupaten/Kota 981. Proses tersebut menurut Bahtiar, sesuai arahan Sekjen Kemendagri Hadi Prabowo akan terus berjalan sesuai petunjuk yang diarahkan MenPAN-RB.

Maksud dari Putusan MK Nomor 87/PUU-XVI/2018 dalam perkara Pengujian UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara tersebut adalah Mahkamah Konstitusi menyatakan frasa ” dan/atau pidana umum dalam pasal 87 ayat (4) huruf b UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Sehingga Pasal 87 ayat (4) huruf b UU Nomor 5 Tahun 2014 Rentang ASN menjadi berbunyi: “dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan.(Bkr/Sfn)