Maria Kristina Kembali Angkat Semburan LAPINDO Jilid II Bajawa

by -98 Views

BAJAWA, SUARAFLORES.CO – Masih hangat dalam ingatan rakyat Bajawa, Kabupaten Ngada, dimana semburan lumpur panas  milik PTLP Daratei, Mataloko mengancam ratusan warga. Bertahun-tahun warga Mataloko dan sekitarnya telah mengalami kerugian besar. Selain hasil produksi pertanian, dan lahan mereka tergusur, warga juga menderita berbagai jenis penyakit.

Di tengah-tengah hingar-bingar “politik panas dingin” kota Bajawa, kasus semburan lumpur yang sudah berlangsung lama ini seolah tenggelam dalam balutan politik angin surga. Memang lidah tak bertulang, sehingga janji-janji politik yang yang berbalut kain sutra sejenak membalut penderitaan warga Mataloko.

Setelah lama perjuangan warga agar PLTP Daratei dihentikan karena mengancam nyawa dan masa depan anak-anak, Ketua Forum Masyarakat Masyarakat Peduli Dampak Lumpur Proyek PLTP Daratei, Mataloko, Maria Kristina Bupu kembali menangkat bendera perjuangan sembari meminta perhatian Pemerintah dan DPRD Ngada, Pemerintah dan DPRD NTT dan Pemerintah dan DPR-RI.

Berbagai jalan ditempuh perempuan pejuang ini, agar Bupati Ngada, Maranus Sae, Gubernur NT, Drs, Frans Lebu Raya, dan Presiden Ir, Joko Widodo segera mengambil langkah cepat menghentikan PLTP Daratei. Paslanya, selama ini pekikan, teriakan warga seolah dianggap bak tong kosong nyaring bunyinya.

Gigih berjuang, Maria Kristina hampir menemui semua pejabat penting agar bisa memperjuangkan aspirasinya.  Senin (25/4/2016), Maria datang dari Kota Bajawa menuju Kota Kupang. Di Kota Kupang, Maria bertemu Isidorus Lilijawa, salah satu kader muda Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Tujuan kedatangannya untuk menumpahkan unek-unek, duka dan luka hati seluruh warganya. Seribu harapan Partai Gerindra melalui Anggota DPR-RI Pius Lustrilanang membantu memperjuangkan penuntasan kasus ini.

Di depan politisi muda yang saat ini sedang mencalonkan diri dalam Pilkada Kota Kupang, Maria pun berkisah banyak soal kondisi PLTP Daratei terkini. Dimana, luapan lumpur, semburan gas yang mengakibatkan rusaknya rumah masyarakat sekitar dengan radius 2 Km. Selain itu, menurunnya produktivitas pertanian karena unsur gas yang menyebar serta hilangnya sumber penghidupan warga (sawah/ladang) akibat semburan lumpur panas. Saat ini warga terancaman ISPA di area sekitar proyek itu.

Maria merasa seperti berjuang sendiri bersama kelompok aktivisnya di kampung kecil. Pemerintah Kabupaten Ngada sepertinya gamang dan tutup mata terhadap soal ini. Pemerintah Provinsi pun bungkam. Pihak PLN yang menjadi operator proyek ini sepertinya ‘malas tahu’. Bahkan pihak gereja yang semestinya berpihak pada korban ketidakadilan lebih memilih no comment.

Bencana Daratei tak seramai kasus tolak tambang di Supul. Daratei begitu sepi dan sunyi. Karena pihak-pihak yang harusnya bersuara lebih memilih diam di zona aman. Ibu Maria berjuang hingga ke pusat kekuasaan. Bertemu Dirjen Kementerian ESDM, KOMNAS HAM, hingga bersurat kepada Presiden Joko Widodo. Namun, menurut dia, sampai saat ini semua masih sia-sia, belum ada jawaban sebagai tangapan atas perjuanganya.

“Ia bercerita soal kepedulian wakil rakyat NTT, Bapak Pius Lustrilanang yang pernah ke Daratei beberapa tahun lalu. Dimana Pius telah memprediksi bahwa proyek pengeboran panas bumi itu bisa menimbulkan semburan lumpur. Ia dan warga masyarakat di 3 desa lingkaran Daratei sangat rindu agar Pius Lustrilanang bisa ke sana lagi, karena warga di sana ingin berbagi kisah seputar proyek yang membawa bencana ini,” kata Isidorus putra asli tana Ngada, kepada suaraflores.com yang sudah sering memberitakan kasus ini.

Dalam pertemuan semalam, kata Isidorus, Maria juga memberikan lampiran surat Komisi Hak Azasi Manusia (HAM) RI  kepada pihak pemerintah yang sampai saat ini tidak ditindaklanjuti. Warga Daratei terus berharap agar aliran air mata mereka mengering ketika lumpur tidak lagi mengalir. (bkr/sf)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *