Kisah Hidup Ignasius Jonan dan Pesan Politik di Balik Kuliah Umum di STFK Ledalero

by -315 Views
Suara Flores

MAUMERE, SUARAFLORES.NET – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan menginjakkan kakinya di Sekolah Tinggi Filsafat Katolik (STFK) Ledalero, Sabtu (23/3/2019) kurang lebih pukul 10:30 Wita. Ia hadir memenuhi undangan pihak STFK Ledalero untuk memberikan kuliah umum kepada ribuan mahasiswa. Kuliah Umum dengan tema: ‘Energi Berkeadilan Untuk Rakyat’ ini digelar menyambut 50 tahun STFK Ledalero September mendatang.

Disaksikan SuaraFlores.Net, Menteri Ignas bersama rombongan disambut sapaan adat, tarian Hegon (g) dan musik Gong Waning di pelataran kampus sekolah itu oleh Sanggar Dokar. Tampak sang menteri berpegangan tangan dengan Uskup Emeritus, Mgr. Gerulfus Kheurubim Pareira, SVD berjalan menghitung tangga menuju Aula St. Thomas lokasi kuliah umum. Sedangkan Uskup Maumere, Mgr. Edwaldus Martinus Sedu berjalan mendampingi Uskup Emeritus dan Menteri Ignas Jonan.

Di Aula St. Thomas, kehadiran rombongan menteri ini juga disambut meriah oleh STFK Voice yang merupakan kumpulan mahasiswa STFK Ledalero dalam beberapa lagu. Bupati Sikka, Roberto Diogo Idong dan Ketua PKK berserta Forkopimda turut hadir menyaksikan acara tersebut.

Ketua STFK Ledalero, Pater Dr, Otto Gusti Madung, SVD dalam sapaan awalnya menggambarkan tentang STFK Ledalero yang akan memasuki usia 50 tahun pada September 2019 nanti. “Sesungguhnya kuliah umum ini digelar dalam rangka pesta emas sekolah yang telah melahirkan 19 Uskup yang kini bertugas di seluruh Indonesia,” ujar Otto Gusti.

Baca juga: Dosen STFK Tawarkan Tips Menangkal Radikalisme

Baca juga: Jhonny Plate Minta Lembaga Keuangan Beri KUR untuk Rakyat Secara Adil

Menteri Energi, Ignas Jonan kemudian beranjak untuk memaparkan materi kuliah umumnya. Sebelum memulai materinya, ia bercerita dalam suasana yang sangat akrab tentang keinginan orang tuanya yang dulu menghendaki ia menjadi gembala umat Katolik atau imam.

Diungkapkannya bahwa ia mengenal Seminari Ledalero sejak 40 tahun lalu. Seminari Ledalero sudah sangat terkenal di Indonesia sejak saat itu. Kurang lebih 30 tahun lalu, ia mengaku sering melayani Almarhum Uskup Donatus Djagom (Uskup Agung Ende) saat ke Surabaya. Dari sanalah ia semakin mengenal cerita tentang Seminari Ledalero.

“Menurut cerita ibu sejak saya lahir dan bahkan sampai saya besar, ayah rajin misa pagi kecuali beliau dinas luar. Setiap pagi  ayah berdoa. Suatu hari saya tanya, kok ayah rajin misa tiap pagi? Ayah saya tidak beritahu. Saya tidak tahu beliau doa minta apa. Saat tamat SMA, beliau bertanya kepada saya, kamu mau masuk seminari gak. Saya bilang gak pak. Saat saya nikah, ayah saya katanya menyesal sekali. Ayah menyampaikan bahwa seumur hidupnya, ia berdoa agar saya bisa masuk seminari. Jadi, mudah-mudahan adik-adik yang sekolah di seminari ini banyak yang tidak gagal ya. Kalau gagal nanti jadi seperti saya ini,” ujarnya disambut tepuk tangan yang meriah dari peserta kuliah umum tersebut.

“Ayah saya kemudian merasa senang ketika saya ditugaskan mengurus kereta api. Dia bangga karena saya melayani banyak orang. Iya, walau saya tidak jadi imam paling tidak saya bisa melayani banyak orang,” ujarnya.

Baca juga: Gubernur NTT tidak Punya Kompetensi Atur Orang Masuk Surga

Baca juga: Goris Mere Ingatkan Warga NTT Jaga Pancasila

Cerita kunjungan Ignas Jonan ini dilanjutkan dengan pemutaran video dengan durasi 6 menit tentang kinerja pemerintah di Bidang Energi dan Pertambangan selama 4 tahun terakhir. Usai pemutaran video tersebut, dilanjutkan dengan dialog.

Sejumlah rohaniwan yang  juga dosen STFK Ledalero mengajukan pertanyaan seputar pengelolaan energi dan pertambangan di Indonesia termasuk Freeport dan dalam kaitan dengan pasal 33. Dan juga tentang ekonomi kaum kiri, ekonomi kaum kanan dan kaum tengah.

“Begini sudah kalau imam Katolik, semuanya pada barisan kiri atau sosialis. Kalau tengah pun tengah ke kiri. Ini bisa debat panjang. Kita bisa debat di atas pesawat dari Kupang sampai Jakarta,” sambung Ignas Jonan disambut tepuk tangan meriah.

Dijelaskannya bahwa Pasal 33 adalah salah satu fondasi dalam mengelola energi dan sumber daya mineral. Dikuasai itu tidak harus dikelola, ya atau tidak. “Kita punya pompa bensin dan dikekola oleh orang lain. Apa bisa kita kelola sendiri,” ujarnya bertanya sambil menambahkan bahwa dikuasai oleh Negara itu sudah pasti. Tidak ada undang-undang yang menyimpang. Undang-undang spesial sekali pun tetap pasal 33 menjadi fondasinya.

Soal Freport, dia menjelaskan bahwa sejak perjanjian dilakukan, maka tambang Freeport menjadi milik Indonesia. Tetapi, apakah tambang ini hanya bisa dikerjakan oleh alat dan doa saja. Orang selalu salah berpikir karena belum pernah masuk ke sana. Yang dibeli bukan tambangnya, tetapi invetasi yang dilakukan karena operasi yang terjadi di tanah Papua tidak mungkin dikerjakan dengan tangan, tapi dengan peralatan besar. Nah, yang dibeli itu peralatannya.

Ignas Jonan merespon pertanyaan salah satu rohaniwan yang bertugas di daerah terpencil tentang sinergi kunjungan dan pemilu. Menjawab pertanyaan itu, dia mengatakan bahwa dirinya tidak mengerti politik. Meski tak mengerti politik, dia mengajak para mahasiswa dan para rohaniwan agar tidak termakan oleh hasutan media sosial (medsos), dan tidak boleh golput dalam pemilu nanti.

“Saya ini bukan orang politik, jadi saya gak ngerti politik. Kita tidak boleh termakan hasutan media sosial. Saya cuma minta satu, saudara-saudara yang seiman dengan saya tidak boleh golput. Terserah mau pilih yang mana, asalkan jangan golput. Sekali lagi saya minta tidak boleh golput. Bapa Uskup juga nanti coblos. Jangan golput ya,” pintanya.(sfn02).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *