Kembalikan Mandat, Agus Rahardjo,Cs coba delegitimasi putusan Pansel Capim KPK

by -80 Views

JAKARTA, SUARAFLORES.NET,–Komisioner KPKN dan Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus, SH, menilai pimpinan KPK, Agus Rahardjo dan kawan-kawan menyerahkan kembali mandat pimpinan KPK kepada Presiden Jokowi, diduga bertujuan untuk mendelegitimasi keputusan Pansel Capim KPK.

“Sikap Presiden menyerahkan 10 nama Capim ke DPR tanpa perubahan dan keputusan Komisi III DPR RI terhadap 5 (lima) Capim KPK terpilih dengan ketuanya Irjen Pol. Firli Bahuri, menjadi alasan utama pimpinan KPK mengembalikan mandatnya kepada Presiden Jokowi secara tidak bertanggung jawab dan demonstratif,” tegas Selestinus di Jakarta, Senin (16/9/2019).

Menuru Petrus, ada 3 pihak yang menjadi target dalam aksi pengembalian mandat pimpinan KPK untuk mendelegitimasi keputusannya, yaitu Pansel Capim KPK, Presiden Jokowi dan Komisi III DPR RI.

“Sebagai pejabat negara, sikap demikian jelas tidak elegan, bahkan kekanak-kanakan, karena proses pemilihan Capim KPK adalah domain Presiden, DPR dan masyarakat. Karena itu kita patut pertanyakan ada motif apa di balik sikap pimpinan KPK mengembalikan mandat kepada Presiden, dan berharap tetap bertugas hingga Desember 2019,” katanya.

Sikap Agus Rahardjo dan kawan-kawan, lanjut dia, sangat paradoxal, karena mendeclare mengembalikan mandat pimpinan KPK kepada Presiden tetapi masih meminta agar Presiden tetap mempercayakan untuk kembali memimpin KPK hingga Desember 2019.

“Ini nampak seperti orang kehilangan akal sehat, panik dan hendak permainkan Lembaga Negara yaitu KPK. Apalagi terdapat pernyataan bahwa tanggung jawab pengelolaan tugas pimpinan KPK diserahkan kepada Presiden. Ini namanya KPK sebagai lembaga superbody tetapi dipimpin oleh orang-orang yang karakter kepemimpinannya lemah. Orang yang lemah selalu melampiaskan sikap ketidaksetujuannya atas sesuatu hal dengan cara-cara demonstratif,” tuturnya.

Figur Firli Buhari dan kawan-kawan, tegas Petrus, telah lolos dalam proses seleksi Capim KPK. Begitu juga Revisi UU No. 30 Tahun 2002, Tentang KPK telah disetujui Presiden, namun muncul sikap pimpinan KPK yang merasa tidak dilibatkan oleh DPR RI.

Padahal, sambungnya, terkait proses legislasi, sudah menjadi pengetahuan umum masyarakat bahwa DPR telah membukakan kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat untuk memberikan masukan kepada DPR terkait revisi UU tersebut. Karena itu KPK seharusnya berinisiatif menyampaikan pokok pikiran tentang revisi UU No. 30 Tahun 2002 tersebut baik melalui dialog maupun melalui usul tertulis kepada DPR tanpa DPR harus secara khusus meminta kepada KPK.


Menurut dia, selama 4 tahun Agus Rahardjo, Cs memimpin KPK, publik tidak tahu apakah Agus Rahardjo,Cs telah memenuhi salah satu kewajiban konstitusionalnya sesuai ketentuan pasal 14 UU No. 30 Tahun 2002, Tentang KPK yaitu “melakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan admnistrasi di semua lembaga negara dan pemerintahan, memberi saran kepada pimpinan lembaga negara (termasuk DPR) dan pemerintahan untuk melakukan perubahan, jika berdasarkan hasil pengkajian sistim pengelolaan admimistrasi tersebut berpotensi korupsi.” Pertanyaannya apakah pimpinan KPK sudah memenuhi kewajiban ini terhadap DPR dalam rangka revisi UU KPK. 

Padahal, menurutya, semua pimpinan Lembaga Negara dan Pemerintahan menanti-nanti apa kira-kira hasil pengkajian pimpinan KPK terhadap sistim pengelolaan administrasi di setiap Lembaga Negara dan Kementerian yang berpotensi korupsi dan apa saran yang akan disampaikan oleh pimpinan KPK terhadap Lembaga Negara dan Kementerian terkait hasil pengkajiannya itu, karena faktanya korupsi masih terjadi terus menerus di hampir semua Lembaga Negara dan Pemerintahan. Dengan demikian, siapa yang mengabaikan siapa? DPR atau pimpinan KPK?

Jokowi Tidak Pernah Ragukan Pimpinan KPK

Menyikapi kemelut KPK, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa dirinya tidak pernah meragukan kiprah dan kinerja para pimpinan KPK. Ia menilai bahwa kinerja lembaga antirasuah tersebut sudah sangat baik dalam melakukan penindakan dan pencegahan terhadap tindak pidana korupsi di Indonesia.

“Sejak awal saya tidak pernah meragukan pimpinan KPK yang sekarang dan sudah saya sampaikan berkali-kali bahwa kinerja KPK itu baik,” kata Jokowi di Hotel Sultan, Jakarta, Senin, (16/9/2019) seperti disampaikan Kepala Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden, Erlin Suastini, kepada media dalam rilisnya.

Menanggapi kabar penyerahan mandat yang dilakukan sejumlah pimpinan KPK, Kepala Negara mengatakan bahwa hal tersebut tidak diatur dan tidak dikenal dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Dalam Undang-Undang KPK tidak ada. Tidak mengenal kita yang namanya mengembalikan mandat. Enggak ada. Yang ada itu mengundurkan diri, ada. Meninggal dunia ada, terkena tindak pidana korupsi, iya. Tapi yang namanya mengembalikan mandat itu enggak ada,” ujarnya.


Di sisi lain, Presiden Jokowi menegaskan bahwa pemerintah terus memperjuangkan sejumlah substansi yang ada dalam revisi yang diinisiasi oleh DPR tersebut. Ia mengajak semua pihak untuk bersikap bijak dalam bernegara.

“Saat ini pemerintah sedang bertarung memperjuangkan substansi-substansi yang ada di revisi KPK yang diinisiasi oleh DPR, seperti yang sudah saya sampaikan beberapa waktu yang lalu. Jadi perlu saya sampaikan, KPK itu lembaga negara, institusi negara. Jadi bijaklah dalam kita bernegara,” tegasnya.

Lebih lanjut, dia mengajak semua pihak untuk bersama-sama mengawasi jalannya revisi Undang-Undang KPK yang sedang dibahas di DPR. Presiden berpandangan bahwa hal tersebut menjadi tugas seluruh pihak agar KPK tetap memiliki posisi yang kuat dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

“Mengenai revisi Undang-Undang KPK, itu kan ada di DPR, marilah kita awasi bersama-sama. Semuanya mengawasi agar KPK tetap pada posisi kuat dan terkuat dalam pemberantasan korupsi. Tugas kita bersama,” jelasnya.

Disinggung oleh para jurnalis mengenai pertemuan antara Presiden dengan pimpinan KPK, Jokowi mengatakan, apabila terdapat permohonan resmi yang diajukan, maka pihaknya akan mengatur waktu pertemuan tersebut. (bkr/*)