Kasus Gratifikasi, TPDI Minta Penjabat Bupati Tolak Permintaan Bantuan Audit Kapolres Ende

by -141 Views

JAKARTA, SUARAFLORES.NET,- Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), meminta Penjabat Bupati Ende menolak permintaan bantuan audit dari Kapolres Ende terkait kasus gratifikasi. Sikap itu untuk mengetahui ada atau tidaknya kerugian negara atau daerah dalam penyelidikan kasus gratifikasi yang saat ini sudah hampir 3 tahun mangkrak di Polres Ende. 

Demikian tegas Koordinator TPDI dan Advokat Peradi, Petrus Selestinus, SH dalam rilisnya yang diterima Redaksi Suaraflores.net, Minggu (22/4/2018).  

Menurut Selestinus, penolakan harus dilakukan karena alasan klasifikasi rahasia untuk hal-hal yang bersifat publik, juga kasus gratifikasi tidak mensyaratkan adanya unsur kerugian negara. Klasifikasi rahasia ini juga mengindikasikan bahwa penyelidikan kasus ini masih dilakukan demi melindungi pelaku korupsi yang sesunguhnya. Apalagi, lanjut dia, permintaan audit kepada Inspektorat Kabupaten Ende, berkaitan dengan biaya perjalan dinas 7 anggota DPRD Ende tahun 2015,  setelah kasus ini mengalami masa penyelidikan selama 3 tahun dan sempat dihentikan.

“Ini memang sesuatu yang ironis karena para Inspektur di Inspektorat Kabupaten Ende bukanlah auditor yang independen,” tegasnya.

Selestinus menduga kuat, para Inspektur di Inspektorat Kabupaten Ende, telah menjadi bagian dari mata rantai merajalelanya perbuatan korupsi di kalangan pejabat.  Pihak inspektorat membiarkan dan melindungi oknum-oknum pelaku korupsi. Permintaan audit kepada Inspektur Daerah, telah menimbulkan aroma KKN baru yang sudah merebak ke mana-mana terlebih-lebih dengan bocornya surat Kapolres Ende dengan klasifikasi Rahasia itu.

“Ini memang trik untuk mengulur-ulur waktu penyelidikan, karena tindak pidana korupsi terkait Gratifikasi tidak mensyaratkan adanya unsur kerugian negara atau daerah, karena yang dilarang dan diancam dengan pidana penjara. Setiap orang yang memberikan atau menjanjikan sesuatu atau gratifikasi kepada Penyelenggara Negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajibannya,” terang Selestinus.

Dengan demikian, lanjut Selestinus,  mencari kerugian negara atau daerah dalam kasus gratifikasi 7  orang anggota DPRD Ende untuk menentukan langkah selanjutnya sebagaimana dimaksud dalam Surat Rahasia Kapolres Ende, tertanggal 11 April 2018, Perihal Mohon Bantuan Audit, adalah tindakan akal-akalan Kapolres dan tim penyidiknya untuk mengelabui publik Ende.

Bahkan, menurutnya,  langkah tersebut merupakan proses pembodohan terhadap masyarakat. Dari dokumen yang beredar luas di tengah masyarakat, diketahui bahwa pihak PDAM Tirta Kelimutu Ende selaku pemberi gratifikasi sudah mengakui, ada bukti kuitansi sebagai tanda terima uang oleh 7 anggota DPRD Kabupaten Ende (termasuk Ketua dan Wakil Ketua DPRD Ende) serta ada bukti pengembalian uang yang direkayasa sebagai pinjaman kepada PDAM Tirta Kelimutu Ende.

Baca juga: Kasus Gratifikasi, Tim Tipikor Datangi Kantor DPRD Ende

Baca juga: KPK Bidik Kasus Korupsi di Kabupaten Ende

Dikatakannya, publik bisa saja menduga jangan-jangan hasil Audit Inspektorat Kabupaten Ende, sudah disiapkan jauh-jauh hari tinggal diberi tanggal dan tandatangan guna memenuhi pesanan dan hasilnya pun sesuai pesanan. Mengapa dicurigai, karena surat Permintaan Bantuan Audit diklasifikasikan sebagai Rahasia, untuk mengaudit suatu peristiwa pidana yang tidak memerlukan “unsur kerugian negara.”

Sementara itu Inspektorat Daerah adalah instrumen yang menjadi bagian dari maraknya perilaku korupsi di tubuh Pemda Kabupaten Ende. Pembuktian tentang gratifikasi sebagai suap tidak memerlukan audit, karena UU tidak mensyaratkan unsur kerugian negara, apalagi bukti-bukti berupa pengakuan dari pemberi dan penerimanya, ada kuitansi penerimaan dan pengebalian uang, sehingga syarat berupa bukti permulaan yang cukup yaitu minimal dua alat bukti telah terlampaui dan sekarang waktunya tetapkan tersangkanya.

Penjabat Bupati Ende harus menolak permintaan Bantuan Audit dari Kapolres Ende dengan alasan Independensi dan Netralitas Inspektorat Kabupaten Ende tidak bisa dijamin. Surat Kapolres Ende dengan klasifikasi Rahasia untuk Permintaan Bantuan Audit sudah bocor ke publik dan UU tidak mensyaratkan harus ada unsur kerugian negara dalam perkara gratifikasi.

“Alasan-alasan inilah yang dengan sendirinya telah mendelegitimasi tujuan permintaan bantuan audit dimaksud. Termasuk mendelegitimasi posisi Kapolres Ende dan Inspektorat Ende karena terdapat bukti adanya persekongkolan untuk melakukan audit guna mencari unsur kerugian negara terhadap sebuah peristiwa gratifikasi yang tidak mensyaratkan adanya kerugian negara,” tegasnya lagi.

Dengan demikian, tambahnya, permintaan Bantuan Audit kepada Penjabat Bupati Ende, jelas hanya sebagai langkah asesoris-asesoris untuk gagah-gagahan yang disematkan dalam proses penyelidikan dan bertujuan untuk menunda-nunda dan membuat jadi berlarut-larut proses hukumnya supaya terkesan serius. Padahal, semua ini adalah semu, fiksi dan membodohi masyarakat. Diduga cara itu bertujuan untuk melindungi pelaku korupsi kakap (big fish) yang sesungguhnya sedang bersembunyi di balik asesoris-asesoris Rahasia dan Audit oleh lembaga Inspektorat yang sudah mandul selama ini.

Semua ini jelas mengarah kepada kondisi untuk berlarut-larutnya penyelidikan tanpa alasan yang dipertanggungjawabkan yang bertujuan melindungi pelaku korupsi sesungguhnya. Penanganan korupsi mengandung unsur korupsi atau KKN baru.  Hambatannya karena campur tangan dari eksekutif, legislatif atau yudikatif.

“Kami mendesak KPK ambilalih atau melakukan supervisi dan monitor. Bayangkan, kasus gratifikasi yang melibatkan Direktur PDAM bersama 7 anggota DPRD telah berlangsung selama 3  tahun, tetapi Polres Ende hanya fokus pada 7  anggota DPRD tanpa melibatkan Direktur PDAM dan Bupati Ende, Marsel Y W Petu karena terkait kerja sama penempatan modal Pemda Ende dalam PDAM Tirta Kelimutu, yang kemudian melahirkan gratifikasi,” tandasnya. (bkr/sft).