Gubernur NTT tidak Punya Kompetensi Atur Orang Masuk Surga

by -134 Views
Suara Flores

SUARA FLORES, – ‘Di belakang gereja yang megah terdapat banyak orang miskin’. Orang miskin dan ‘orang bodoh tidak masuk surga’. Dua kalimat tersebut belakangan ini cukup tren di Nusa Tenggara Timur (NTT) pasca Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat dilantik Presiden Jokowi. Pro dan kontra pun menyambut statetmen  Viktor Laiskodat di tengah masyarakat.

Banyak yang mengatakan, sesungguhnya, kritikan gubernur bukan hanya untuk masyarakat, tetapi juga untuk gereja dan dirinya. Bahkan Viktor Laiskodat  mengatakan ‘jika lima tahun ke depan, masih ada orang miskin dan bodoh, maka mulai dari kepala desa, camat, bupati dan gubernur, semuanya tolol’.

Banyak yang merespon positif dengan alasan sebagai bentuk motivasi agar orang-orang NTT lebih kerja keras agar menjadi cerdas, hidup berkecukupan dan bisa masuk surga. Namun banyak pula suara minor dari masyarakat, bahwa Gubernur seakan tidak berpikir panjang, tidak mengenali siapa dirinya, sehingga  tanpa analisa yang dalam sebelum melontarkan pernyataan tentang ‘orang miskin dan bodoh tidak masuk surga’.

Heribertus Ajo, salah satu masyarakat Flores mengapresiasi pernyataan yang terus disampaikan oleh Gubernur NTT, Viktor Laiskodat di seluruh Kabupaten/Kota. Bahwa menyebut ‘orang bodoh dan miskin tidak masuk surga’ sesungguhnya bentuk motivasi yang perlu dibarengi dengan kerjas keras dan bukti. Baginya, NTT memang masih banyak miskin dan bodoh, sehingga perlu ada kerjas keras dan tepat dengan tidak berlebihan mengkritik gereja.

“Siapa itu gereja? Saya, anda, mereka atau kita semua? Perlu refleksi bersama untuk tidak banyak bicara, tapi bukti nyata yang harus dirasakan oleh masyarakat. Jangan sampai banyak kata-kata bodong alias palsu, omong kosong. Maka sama halnya tetap mempertahankan orang NTT tetap masuk neraka atau tetap miskin dan bodoh menurut Gubernur Viktor. Kompetensi Gubernur bukan urus orang masuk surga atau neraka,” ujarnya Hery Ajo kepada Suara Flores di Maumere, Minggu (16/12/2018).

Baca juga: Laiskodat: Kalau ke depan NTT masih miskin, kita semua ini tolol

Baca juga: Banyak Umat Miskin di Belakang Gereja yang Megah

Ia mengatakan, pernyataan Gubernur NTT boleh disebut sangat positif. Namun perlu juga refleksi dengan mencermati banyak gedung-gedung megah dan mobil-mobil dinas dengan biaya fantastis. Di sisi lain masih banyak juga rakyat yang miskin.

Kepada Suara Flores, ia mengaku sedang mendalami indikator-indikator orang miskin dan bodoh? Mengapa ada orang miskin dan bodoh di NTT. Sesungguhnya orang miskin dan bodoh adalah tanggungjawab Negara. Negara harus menjamin kesejahteraan rakyatnya sebagaimana diatur dalam pasal 33 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945. ”Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”.

“Pernyataan Gubernur bahwa orang miskin dan bodoh tidak masuk surga, itu kesimpulan yang salah. Mestinya Gubernur NTT mengatakan ada yang salah dengan pemerintah dan gereja. Mengapa membangun gedung megah tapi rakyat miskin atau masih banyak rakyat yang miskin dan bodoh, tapi pemerintah bangun gedung dan beli mobil mewah. Kenapa uang-uang itu tidak digelontorkan untuk masyarakat miskin dan pendidikan untuk yang masih bodoh,” ujarnya.

Ia menekankan bahwa pemerintah tidak boleh menuduh gereja karena dia juga bagian dari gereja. Yang harus disadari adalah otokritik kedalam diri, baik Gereja maupun Pemerintah untuk meninggalkan pola pikir kemegahan material menuju kepada hidup sederhana, namun berisi pembangunan yang diarahkan pada mendorong daya kreatif dan usaha untuk semakin Mandiri.

“Anda ini siapa? Kok Gereja yang dipersalahkan. Di birokrat ada korupsi tidak. Benahi dan penuhi kebutuhan orang miskin dan orang bodoh . Sebagai rakyat Flores, tentu sangat dukung program kerja pemerintah yang pro pada masyarakat miskin dan bodoh,” harapnya.

 

Koruptor Masuk Neraka

Merespon pernyataan Gubernur tentang ‘orang miskin dan orang bodoh tidak masuk surga’, Ketua STFK Ledalero, Pater Dr. Otto Gusti Madung, SVD memberikan statetmen tegas. Ia mengatakan orang miskin dan orang bodoh adalah tanggungjawab Negara. Untuk mengatasi hal itu, maka Negara jangan korupsi agar memenuhi kebutuhan orang miskin dan orang bodoh serta tidak masuk neraka.

Ia menjelaskan, pada tempat pertama, masuk surga atau tidak itu urusan Tuhan. Gubernur tidak punya kompetensi mengatur orang atau masyarakatnya untuk masuk surga. Pemimpin Gereja juga tidak.

“Gubernur pernah menyampaikan itu saat memberikan Kuliah Umum di STFK Ledalero. Pemerintah dan Gereja tidak mengatur orang masuk surga. Karena kita semua manusia berdosa. Konteksnya ialah, kita semua dipanggil untuk mewartakan Kerajaan Allah. Kerajaan Allah adalah Kerajaan Pembebasan. Bebas dari dosa, kemiskinan, kebodohan, korupsi dll. Dalam perjuangan pembebasan ini Gereja dan negara bertemu,” ujar Pater Otto Gusti kepada SuaraFlores.Net, (16/12/2018) lalu.

Otto Gusti menjelaskan, di dalam teologi Kristiani, kendati salib mendapat tempat sentral, salib itu bukan tujuan tapi jalan. Tujuan tetap kehidupan, kebangkitan dan pembebasan. Karena itu, dalam arti tertentu, misi Gereja dan politik bisa bertemu ketika kedua – duanya sama – sama memperjuangkan pembebasan, kesejahteraan umum dan keadilan sosial

Namun faktanya, sejarah menbuktikan politik sering terlalu sibuk dengan kekuasaan dan suka korup serta melupakan rakyat. Dalam kondisi ini Gereja harus tampil sebagai kekuatan antagonis terhadap politik kekuasaan.

“Kita terus memantau sejauh mana Gubernur NTT berjuang untuk membebaskan rakyat NTT dari kemiskinan, kebodohan dan korupsi. Gereja dan pemerintah punya tanggungjawab yang sama dalam menyelamatkan umat/masyarakat dari kondisi tersebut. Namun penting adanya keadilan/pemerataan/kesetaraan yang diambil oleh pemerintah, sehingga tidak ada diskriminasi dalam pembebasan,” ujarnya.

Baca juga: Di balik Rahim yang Miskin, Banyak Misionaris Hebat Mencerdaskan Negara Lain

Baca juga: Kado Rakyat Miskin untuk Gubernur NTT

Disisi lain, lanjut Otto Gusti, Gereja mendapat tugas tambahan, yakni mengurus keselamatan jiwa manusia. Tugas inilah memisahkan Gereja dari Negara. Sebab negara tidak dapat dan tidak boleh masuk ke dalam ranah privat teologis keselamatan jiwa manusia itu. Jika tidak, negara akan menjadi totaliter, seperti dalam negara agama.

“Harapan saya, pemerintah harus menjalankan tugasnya menyejahterakan rakyat. Kebodohan dan kemiskinan ada karena tak ada intervensi yang signifikan dari Negara. Jika masih banyak orang miskin dan bodoh di NTT, itu tanggung jawab Negara. Kalau ada korupsi (koruptor) segera berantas sampai ke akar-akarnya. Koruptor pasti masuk api neraka karena mereka adalah pencuri. Tak ada tempat bagi pencuri di surga,” tandasnya. (yannes/sfn02).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *