SUARAFLORES.NET,– Hari ini 20 Desember 2018, rakyat NTT merayakan hari Ulang Tahun (HUT) ke 60 tahun berdirinya propinsi NTT. Jika ditelusuri sejarah perjalanan yang amat panjang itu, NTT yang bergerak dari titik nol dulu, kini sudah mengalami kemajuan yang lumayan baik. Jika dulu masih banyak jalan tidak beraspal, banyak desa tidak berlistrik, banyak warga tidak memiliki rumah, pelabuhan dan bandara masih sedikit, saat ini sudah jauh lebih baik berkat kerja keras para gubernur, paraa bupati dan walikota, DPRD dan rakyat NTT.
Pertanyaan refleksi di setiap hari ulang tahun, seperti apa dan bagaimana NTT ke depan? Apakah akan mundur, jalan ditempat ataukah akan jauh lebih cepat maju di tangan Gubernur dan Wakil Gubernur, Viktor Laiskodat dan Joseph Nae Soi serta seluruh bupati dan walikota? Dr. Prudens Maring, sebagai seorang Doktor Antropologi, Dosen PNS di Kopertis III Jakarta, Pendiri Institut Antropologi Kekuasaan, dan Penulis buku “Belajar Itu Proses Kreatif” mengaku optimis NTT akan bangkit dan maju berkembang bersaing dengan daerah lainnya. Berikut petikan wawancara khusus, Kamis (20/12/2018) melalui sambungan telepon:
SF: Hari ini propinsi NTT merayakan HUT ke -60, apa harapan Anda sebagai akademisi?
Prudens: 60 tahun itu usia yang sudah matang. Pemerintah harus benar-benar berada bersama rakyat untuk mengambil pelajaran penting dari momentum ini. NTT tidak boleh berlari-lari di tempat. Situasi kondusif di tingkat pusat saat ini, harus dimanfaatkan NTT untuk bangkit. Jajaran Pemda Provinsi, Kabupaten, dan Kota harus merapatkan barisan dan satukan visi bersama. Aparatur harus merubah cara kerja. Pemerintah daerah harus tahu pasti siapa yang miskin, di mana mereka tinggal, dan dengan cara apa bisa mereka keluar dari kemiskinan.
SF: Untuk keluar dari kemiskinan diperlukan pemimpin yang memiliki niat dan tekad yang kuat, apa terobosan praktis yang perlu mereka lakukan?
Prudens: Pemimpin harus tahu potensi-potensi unggulan di tiap wilayah, seperti ternak, pangan, perikanan, industri kreatif, pariwisata, dan lain-lain . Dia harus perkuat nilai tambah komoditas, dengan pengolahan. Bangun networking pasar untuk siap serap semua produk. Pastikan tidak ada korupsi dalam proses/rantai tersebut supaya nilai tambah dinikmati masyarakat.Suport dengan sarana transportasi darat dan laut. Toll laut harus direspon dengan siap produk di tiap pelabuhan supaya peti kemas tidak kosong.
SF: Mengapa dari periode ke periode NTT tetap saja diperhadapkan dengan masalah yang sama yaitu kemiskinan. Padahal begitu banyak anggaran yang masuk ke NTT, baik APBN maupun dari sektor swasta. NTT juga memiliki wakil-wakil rakyat yang hebat di DPR RI dan DPD tapi kenapa kita tetap masuk kategori daerah tertinggal?
Prudens: Karena kita tidak punya visi yang hidup demi rakyat. Tiap pemimpin punya visi tapi demi kekuasaan. Jadi visi tidak diturunkan dalam strategi dan metode kerja. Aparatur lapangan tetap dengan cara kerja lama. Saya biasa menyebut NTT melakukan pembangunan dengan huruf “p” kecil bersifat parsial, sepotong-sepotong, sekadar menyerap anggaran saja. Mestinya pembangunan NTT dimulai dengan huruf “P” besar yang digerakan oleh basis visi yang kuat dan berkelanjutan. Kepemimpinan eksekutif, legislatif, dan tokoh informal harus bersinergi agar lahirkan visi NTT 20 atau 50 tahun ke depan.
SF: Viktor-Josep adalah pemimpin baru dengan gaya baru. Pada kampanye lalu mereka sangat optimis akan mengeluarkan NTT dari kemiskinan, keterbelakangan pendidikan kesehatan dan ekonomi dengan membuka lapangan pekerjaan dan perusahanan-perusahaan. Apa Anda yakin keduanya melaksanakan janji itu?
Prudens: Saya masih optimis dengan kepemimpinan Viktor-Josep dengan catatan khusus. Mereka harus bisa mentransformasi visi mereka ke semua lapisan, melahirkan kebijakan/aturan efektif, dan bisa menggerakan tindakan kolektif. Mereka harus menyadari, jalan perubahan masih panjang maka semua harus dijelaskan terbuka ke masyarakat.
SF: Birokrat adalah mesin yang menggerakan program gubernur, bagaiamana cara gubernur harus menempatkan orang yang benar di posisi yang tepat (wright man in the wright place)?
Prudens: Mereka harus jauhkan dari pertimbangan balas jasa politik. Fokus pada pertimbangan kompetensi aparatur untuk menggerakkan program. Terapkan sistem seleksi jabatan yang ketat dan terbuka agar semua bisa kontrol. Mereka harus membuat target kerja yang jelas dan jadikan itu sebagai patokan menilai kemampuan pejabat-pejabat yang dipercaya memegang posisi tertentu.Gubernur dan wakil gubernur harus sejalan. Tidak boleh punya kepentingan terselubung dengan menjagokan orang-orang tertentu. Jika tidak, maka ini akan menjadi titik awal keropos dari dalam. (bungkornell/sfn)