Kisah Guru Asal Bola Mengajar di Kampung Terisolir

by -168 Views
Suara Flores

SUARAFLORES.NET — Pembangunan di Kabupaten Sikka dari tahun ke tahun, periode ke periode terus dilakukan oleh Pemerintah bersama DPRD Sikka. Alokasi anggaran pun tidak main-main digelontorkan. Namun demikian belum semua daerah mendapat perhatian yang serius dari pemerintah. Bahkan, ada daerah yang disebut warga belum sama sekali di kunjungi pemerintah dari periode ke periode. Sebut saja di Dusun Glak, Desa Hale, Kecamatan Mapitara, Kabupaten Sikka. Sebuah kampung yang berada di kaki gunung api Egon itu masih jauh dari pembangunan yang adil dan merata.

“Saya sudah mengabdi di Glak kurang lebih 9 tahun. Dan beginilah kondisi wilayah ini,” ujar Susana salah seorang guru PNS yang bersama sang suami mengabdi di SDN Glak saat dikunjungi Wakil Bupati Romanus Woga beberapa waktu lalu seperti dilansir Tabloid Suara Flores.

Wilayah itu, lanjut Susana, masih sangat terpencil, dan dulu masuk daerah terpencil. Anehnya, daerah itu, sekarang kategori daerah perkembang karena terisolirnya sudah dihapus. “Tapi berkembanganya hanya di wilayah Waiara. Sedangkan dari Waiara ke Glak belum berkembang. Kami masih terbelakang,” ujar Susana dalam kesempatan dialog.

Dia menerangkan, jika hendak ke kota atau keluar dari kampung, warga harus menempuh perjalanan jauh dengan berjalan kaki kurang lebih dua sampai tiga kilo baru bisa mendapat kendaraan. Warga harus menunggu berjam-jam hanya untuk bisa menunggu kendaraan.

Disisi lain, lanjut dia, apabila mendapat bantuan dari pemerintah, pihaknya harus pikul semua material masuk ke kampung. Ia mengisakan bahwa pada tahun 2013, pihak mendapat bantuan Dana DAK 165 juta rupiah untuk membangun satu ruang kelas. Bersama para pelajar dan para guru harus rame-rame memikul dari jalan rabat ke sekolah yang jaraknya cukup jauh. Hal itu dilakukan pada hari Jumat dengan berseragam olahraga.

Pada tahun 2019, lanjutnya, pihaknya juga mendapat dana bantuan lagi sebesar Rp90 juta untuk bangun empat unit MCK. Pemerintah melalui dinas meminta agar bangunan tersebut dibangun permanen sesuai jumlah anggaran yang diberikan. Sang guru ini merasa bahwa permintaan dinas itu baik adanya, namun menjadi tantangan bagi mereka. Melihat besaran uang yang ada, sekolah merasa tidak cukup untuk membuat permanen tiga unit MCK tersebut.

Baca juga: Stop Jadi Wakil Rakyat “Boneka dan Robot”

Baca juga: Mengidap Leukimia Akut, Buruh Kasar Asal Sikka Kesulitan Biaya Rujuk ke Jakarta

Ia menjelaskan bahwa, alat transportasi sesungguhnya ada namun jalan menuju ke kampung sangat sulit dilalui dengan biaya yang murah. Untuk itu, pihaknya sudah bertemu pihak dinas untuk menjelaskan kondisi daerah tersebut.

“Saya sudah sampai di kantor dinas. Kami sampaikan bahwa biaya transport untuk kelolasi harus dobel-dobel. Sampai dua tiga kali. Dari Maumere sampai di rabat, dari rabat sampai pertigaan, dan dari pertigaan sampai di sekolah pakai pikul. Semua itu butuh biaya. Bagi kami, kalau uang sembilan puluh juta harus dipikirkan lagi untuk membangun tiga unit MCK yang lux. Semua itu kami pakai pikul,” tutunya.

“Kalau pakai motor, kami harus bayar. Dari rabat sampai sekolah, biaya per sak dua puluh lima ribu rupiah. Dari Maumere sampai di jalan rabat biayanya satu juta rupiah. Begitu juga biaya muat pasir per truk satu juta rupiah. Saya tanya ke dinas, satu truk pasir berapa kubik. Satu kubik berapa matex. Karena untuk pasir masyarakat minta biaya pikul per matex sepuluh ribu rupiah. Hitungan harus rill dan sesuai kondisi kami. Kami harus tahu supaya bisa dibuat RABnya tepat,” ujarnya lagi.

Ia menambahkan bahwa RAB sudah dibuat dari dinas, tapi pihak sekolah juga harus hitung berdasarkan kondisi wilayah tersebut. Dinas menyampaikan bahwa akan dapat jatah sedikit dari pembangunan itu. Namun, sang guru yang sudah sembilan tahun mengabdi di kampung Glak itu berargumen bahwa dapat jatah atau tidak bukan soal pertama. Sekarang, lanjut dia, dari 90 juta, 25 persen sudah masuk di rekening sekolah. Sekolah belum cairkan karena kami masih cek-cek biaya yang lain sehingga tiga ruang MCK bisa dibangun.

“Kalau jalan ke lokasi mobil tidak bisa masuk, kami harus bagaimana dengan uang 90 juta itu. Kami dapat info, ada warga yang mau bangun rumah di Glak. Kalau dia punya material bisa dimuat dan mobil bisa masuk sampai di Glak, kami juga berani karena kondisi jalan masih buruk. Jika tidak, transportnya pasti dobel-dobel dan kami harus bayar. Apalagi dapat pasir dari lokasi ke sekolah jaraknya kurang lebih 5 km,” ujarnya.

Selain itu, SDN Glak juga masih kekurangan ruangan belajar. Murid-murid kelas tiga belajar di luar ruangan. Sudah dibuat darurat tapi rusak dihantam angin. Sehingga selama ini mereka belajar di teras sekolah dan sudah berlangsung sampai tiga tahun terakhir.

Melihat kondisi kampung dan sekolah itu, ia mengaku bahwa banyak pihak datang ke sana. Mereka mengambil data dan foto-foto terus menerus. Namun tidak ada perubahan yang terjadi di kampung Glak.

“Tiap kali orang datang foto-foto. Mereka foto-foto terus tapi tidak ada hasil. Kami ini orang luar dari Kecamatan Bola tapi mau mengabdi di kampung ini. Biar berjalan kaki, harus buka sandal karena tanah merah dan licin, kami sabar saja. Kami mohon Pak Wakil Bupati Sikka lihat sekolah kami dulu,” ujarnya kepada Wakil Bupati Sikka Romanus Woga yang melakukan kunjungan ke kampung itu.

Ia menambahkan bahwa ruang kepala sekolah juga belum ada, ruang guru belum ada, perpustakaan belum ada. Saat Musrebangdes atau Musrenbangcam harus butuh orang vocal (berani bicara,red). Padahal mereka di desa sudah tahu kondisi desa ini. Glak memang beda. Pendatang berjuang untuk Glak tapi orang Glak diam-diam saja.

Oleh karena itu, ia juga berharap agar dalam mutasi harus dilihat dengan orang-orang yang siap bekerja untuk masyarakat. “Soal mutasi jangan asal tempatkan kepala sekolah. Orang harus mengabdi. Pendidikan itu mestinya harus diutamakan tapi di Glak tidak diperhatikan. Kami minta bukti dari pemerintahan ini,” harapnya.

Ketua BPD Desa Hale saat kunjungan kerja Wakil Bupati Sikka tersebut menjelaskan bahwa persoalan yang sesungguhnya terjadi di Desa Hale termasuk Dusun Glak adalah persoalan perencanaan pembangunan. Desa mengalami kesulitan soal perubahan regulasi yang terjadi secara terus menerus. Sehingga empat desa di Mapitara sampai saat ini belum ada tanda-tanda pencairan dana desa. Ketika pihak desa melakukan musyawarah pembahasan soal RKPDES dan APBDEs, banyak hal yang dicut sehingga banyak perenanaan yang diusulkan warga tidak diakomodir. Musyawarah desa yang dilakukan seakan sia-sia.

“Seakan-akan kami tidak lakukan musyawarah desa. Ini juga menjadi catatan penting bagi kita semua,” ujarnya disaksikan Camat Mapitara yang mendampingi Wakil Bupati Sikka.

Masalah kedua, lanjut dia, adalah masalah perekrutan tenaga kerja di kantor desa. Ada aparat desa yang usianya sudah mencapai 60 tahun tapi tidak diganti. Ia juga menggambarkan tentang bantuan dari dinas pertanian yang saat ini belum dioperasikan. Bahwa desa melalui kelompok tani mendapat bantuan hentraktor mini di pada tahun 2017. Sampai saat belum dioperasikan. Kendalanya, pertama, lahan tidak memungkinkan dan tidak ada orang yang bisa operasikan.

Untuk hal itu, pihaknya membangun komunikasi dengan PPK agar barang tersebut dapat disewapakaikan. Hal itu sudah disetujui dan sudah dibuat kesepakatan agar barang tersebut dapat disewapakaian sehingga hasilnya untuk kelompok. (Sumber: Tabloid Suara Flores).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *