Titian Sunyi Putri Petani, Kayuh Rakit di Arus Deras Sungai Berliku

by -213 Views

KUPANG, SUARAFLORES.COM,-‘Syukur dan bangga,’ adalah dua kata paling bermakna mewakili suara hati Bernadeta Thea, SST.M.Si, MT usai dilantik Menteri Pekerjaan Umum Basuki Hadimuljono menjadi Pejabat Eselon III di Balai Besar Wilayah Sungai (BWS) Nusantara II Kupang pada Oktober  2024 lalu. Perempuan kelahiran Wolopemo, Ende , 30 Agustus 1971  ini mengaku bersyukur tiada akhir karena penyelenggaraan Tuhan ia diberikan waktu berkarier dan bertugas di jajaran Kementerian PUPR. Ia juga mengaku bangga karena berkat cinta tulus dan perhatian Menteri Basuki, anak-anak dari Bumi Flobamora diberikan kesempatan emas itu.

“Saya merasa terkejut ketika nama saya dipanggil ke Jakarta untuk dilantik. Saya tidak pernah membayangkan sebelumnya saya akan diberikan tugas baru ini. Saya pun pergi ke Jakarta mengikuti acara pelantikan dengan rekan-rekan saya lainnya. Air mata saya tak tertahan, hati saya sangat terharu atas perisitiwa pelantikan ini. Saya merasa bangga, saya berterima kasih dan puji syukur tiada akhir kepada Tuhan,” ungkap Bernadeta belum lama ini kala bercerita tentang peristiwa pelatikan yang ia alami itu melalui sambungan telepon genggamnya.

Siapakah Bernadeta? Banyak orang tentu tidak mengenal secara mendalam siapa perempuan pekerja keras yang kini mengabdi sebagai seorang pegawai negeri sipil di jajaran Kementerian PUPR. Perjalanan hidupnya dalam mewujudkan cita-citanya sebagai sarjana teknik tidak semuda membalikan telapak tangan. Pengalaman unik, miris nan kontras yang patut menjadi inspirasi bagi pemuda-pemudi NTT adalah bagaimana dirinya sebagai seorang anak perempuan sulung yang lahir dari rahim petani kecil di kampung Wolopemo bisa berjuang keras keluar dari ketertinggalan.

Alkisah, Bernadeta memulai perjalanan pendidikannya di Sekolah Dasar Katolik, Koanara, Kecamatan Wolowaru, Kabupaten Ende. Kemudian ia masuk SMP Swasta Katolik Moni, dan setelah tamat ia masuk SMA Swasta Islam Muthamainah Ende hingga tamat. Setelah tamat, kedua orang tuanya, Antonius Keo dan Rosalias Demo yang bekerja sebagai petani sederhan tidak mampu membiayai Bernadeta menempuh kuliah di perguruan tinggi. Bernadeta yang sudah menanjak dewasa, merasa sedih karena tak bisa kuliah sebagaimana rekan-rekannya. Meski sedih, ia tak putus asa dan pasrah. Ia tetap berdoa dan terus mencari informasi kalau-kalau ada peluang kuliah dengan biaya yang murah.

Suatu ketika ia mendapat informasi dari rekan-rekannya bahwa di Kota Kupang ada sebuah kampus diploma tiga (D3) bernama Akademi Teknik (ATK) Kupang menerima mahasiswa dengan biaya kuliah yang relatif murah. Ia tertarik dengan sekolah teknik tersebut, walau ilmu teknik umumnya digeluti laki-laki. Melihat peluang berkuliah makin jelas, ia memberitahukan informasi gembira itu kepada kedua orang tuanya. Mendengar itu, bukannya mendukung Bernadeta, tapi kedua orang tuanya tidak setuju karena putri kesayangan itu harus pergi kuliah jauh di tanah rantau meninggalkan mereka dan 6 orang adiknya. Pasalnya, Bernadeta adalah sang putri sulung yang diharapkan menjadi tulang punggung keluarga dan pengayom bagi adik-adiknya yang semuanya perempuan.

Terjadilah polemik antara Bernadeta dan kedua orang tua yang tidak mau atau tak rela melepas kepergiaan Bernadeta. Meski merasa kecewa, tetapi Bernadeta tidak putus asa. Niat dan tekadnya yang kuat mendorongnya terus meyakinkan kedua orang tuanya yang belum ikhlas itu. Ia terus meyakinkan bahwa walaupun dirinya seorang anak perempuan, ia memastikan dirinya akan lebih baik sekolah jauh dari orang tua dan akan berhasil. Rupanya, Tuhan tidak menutup mata terhadap doa-doa Bernadeta. Kedua orang tuanya akhirnya ikhlas memberi restu dan berangkatlah ia ke Kupang dengan menumpang kapal ferry dari pelabuhan Ende. Momen haru pun tak bisa dielakan lagi ketika sang ibu dan ayahnya melepaskan kepergiannya ke Kota Kupang.  Setibanya di Kota Kupang, sekitar tahun 1991, Bernadeta langsung mendaftarkan diri di ATK Kupang.

“Saya waktu itu pilih ATK karena ekonomi orang tua yang tidak mampu membiayai saya kuliah di perguruan tinggi lain. Pilihan ini bagi saya adalah pilihan paling sulit karena jauh dari kedua orang tua. Oran tua saya mati-matian tidak mau saya pergi jauh tinggalkan mereka semua karena saya ini anak sulung dalam keluarga. Tapi tekad kuat saya untuk merubah hidup lebih baik akhirnya saya pergi dan kuliah di ATK Kupang,” katanya mengenang titik awal sejarah hidupnya, ketika berdiskusi dengan media ini beberapa waktu lalu di Kupang.

Setelah mendaftar dan diterima, Bernadeta memilih jurusan teknik di ATK karena sangat murah. Biaya kuliah per semester hanya Rp2.500.000. Biaya itu tidak harus dibayar sekaligus, tapi masih bisa dicicil bahkan ada kelonggaran hutang. Ia mulai mengikuti kegiatan kuliah bersama rekan-rekannya yang pada umumnya mahasiswa laki-laki. Meski begitu, ia  tidak sungkan dan merasa takut atau minder. Dorongan kuat di dalam dadanya untuk meraih cita-cita dan membahagian orang tuanya, membuat ia tidak peduli dengan gaya hidup anak-anak kota. Ia tetap sederhana, disiplin dan tekun dalam belajar.

“Hati saya sasngat senang akhirnya bisa masuk kuliah. Bagi saya kuliah di ATK sangat menarik. Kami kuliah mulai dari pagi pukul 06.00 Wita. Dosen-dosen yang rata-rata dari Dinas PU mengajar jauh lebih cepat waktunya karena mereka harus masuk kantor bekerja pada pukul 08.00 Wita. Jadi kami harus menyesuaikan waktu para dosen. Walau sebagai perempuan, saya tidak merasa sungkan atau minder. Saya selalu aktif kuliah dan pergi kemanapun bersama kawan-kawan untuk  mengerjakan tugas dalam kelompok,” ungkapnya mengenang.

Pada tahun 1994, Bernadeta menamatkan pendidikannya di ATK Kupang. Berkat ketekunannya, prestasi dan hubungan yang baik,  ia langsung bekerja menjadi  Tenaga Honor di Embung Flores sebagai Staf Teknik. Pekerjaan itu sangat bermanfaat baginya karena ilmu yang didapat di bangku kuliah dapat diterapkan. Ia bertugas sebagai Tenaga Surveyor Embung untuk mengukur, mengambar, dan menghitung volume embung. Kontrak pekerjaan waktu itu masih swakelola.

Pada tahun 2002, sebuah kabar gembira datang menghampiri telinga Bernadeta. Ada informasi penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di Provinsi NTT. Meskipun belum menerima ijasah karena belum melunasi biaya kuliah (hutang) di ATK, ia tetap bisa mengikuti test CPNS bermodal ijasah SMA. Alhasil, Tuhan mendengarkan jeritan hati dan melihat kegigihan Bernadeta dalam berjuang. Setelah ikut test, namanya masuk dalam papan pengumuman sebagai salah satu peserta yang lulus test CPNS tersebut, dan ia pun mengikuti persiapan untuk bekerja.

Hati Bernadeta merasa sangat senang dan bangga. Ia bersyukur tiada akhir kehadirat Tuhan karena mengabulkan doanya. Mendengar kabar gembira keberhasilan putri mereka, kedua orang tuanya di kampung Koanara turut merasa bahagia dan sangat terharu pula. Ternyata, putri mereka yang awalnya tak direstui untuk merantau akhirnya menorehkan buah-buah kesuksesan dan kebahagiaan bagi keluarga kecil mereka. Alhasil, aliran air sungai kebahagiaan itu akhirnya mengairi ladang ekonomi keluarga petani ini. Setelah bekerja dan membahagiakan orang tua, sedihnya lagi, ijasah ATK Kupang pun akhirnya bisa diambil setelah melunasi hutang biaya kuliah.

Dewi fortuna berpihak kepada Bernadeta, setelah bekerja, ketika masa dinas, ia dapat memperoeh peluang menambah dan memperdalam ilmuanya dengan melanjutkan pendidikan di Politeknik Negeri Kupang hingga selesai. Setelah itu, ia juga menempuh pendidikan Pasca Sarjana Ilmu Lingkungan di Universitas Nusa Cendana Kupang, dan Pasca Sarjana Teknik Sipil Universitas Katolik Parahiyangan Bandung di Jawa Barat.

Titian berliku sungai sunyi kehidupan Bernadeta tak sampai di situ, selain berjuang keras menyabet pendidikan tinggi yang dahulu tidak mampu dibiayai kedua orang tuanya di kampung, berkat berlimpah bak durian runtuh dari langit diturunkan  Tuhan tak mampu ia bendung. Ia juga mampu menuntaskan tugas-tugas kerja di lingkup infrastruktur khususnya di bidang Sumber Daya Air (SDA) secara baik. Sejarah Kementerian PUPR mencatat bahwa Bernadeta pernah menjabat sebagai PPK OP SDA Wilayah Flores,  NTT pada tahun 2015 – 2016. Kemudian menjabat sebagai PPK Sungai dan Pantai Wilayah Flores pada tahun 2017 – 2018, dan pada tahun 2019 – 2020, menjabat sebagai Kasatker OP SDA NT II Provinsi NTT, yang kemudian menjadi Kepala Satuan Kerja (Kasatker) PJPA NT II Provinsi NTT pada tahun 2021-2024.

Di penghujung masa jabatan Menteri Basuki Hadimuljono, tepatnya bulan Oktober 2024, tiba-tiba tiada angin tiada hujan sebuah surat undangan untuk ke Jakarta datang dari Kementerian PUPR.  Kabar yang tersirat dari undangan itu, ia masuk dalam daftar nama pejabat yang akan dilantik. Ia merasa seperti bermimpi dan tak percaya, tetapi fakta itu tak dapat dielak lagi. Ia pun bergegas ke Jakarta untuk mengikuti acara pelantikan tersebut. Ia dilantik oleh Menteri Pekerjaan Umum Basuki Hadimuljono menjadi Pejabat Eselon III di Balai Besar Wilayah Sungai (BWS) Nusantara II.

“Saya merasa tidak percaya dengan semua yang saya peroleh saat ini. Melihat masa lalu yang sulit, pahit dan getir, saya merasa ada campur tangan Tuhan yang luar biasa. Semua ini berkat perhatian, penilaian atas kinerja saya sehingga Menteri Basuki memberikan saya tugas yang baru . Sebagai insan PU, saya siap melaksanakan tugas ini sesuai perintah dan arahan pimpinan saya di BWS NT 2. Moto PU “Bekerja Keras, Bergerak Cepat dan Bertindak Tepat,” ungkap tulus ibu beranak 4  ini bangga penuh haru.

Menoreh sejumlah prestasi sembari menoleh ke belakang jejak langkah awal, Bernadeta mengaku bangga terhadap almameter tercinta ATK Kupang yang telah melahirkan dirinya dengan bekal ilmu-ilmu teknik selama kuliah. Ia mengaku kampus reot ATK Kupang dulu menjadi pijakan sejarah pertama yang tak akan terlupakan seumur hidup. Jika tak masuk kuliah di pondok kecil ATK Kupang itu, ia yakin ia tak akan jadi orang seperti saat ini. Ia pasti tidak mampu membahagiakan kedua orang tua dan keluarga kecilnya, dan pasti tidak mampu bekerja melayani seluruh rakyat NTT melalui jabatan yang diperoleh dari Kementerian PUPR.  Baginya, ATK adalah ‘Dian Yang Tak Kunjung Padam.’

“Saya bersyukur dan bangga sekali bisa lolos kuliah di ATK Kupang dulu. Kalau dulu saya tidak berani keluar dari kampung saya di Ende pergi ke Kupang, saya mungkin tidak akan jadi apa-apa. Bagi saya, kampus ATK adalah titian hidup penentu langkah awal sebelum saya studi di Politeknik Undana hingga  Universitas  Parahiangan Bandung Jawa Barat. ATK adalah fondasi dan sekaligus Dian Yang Tak Kunjung  Padam. Dosen-dosen  yang  mengajar dengan suka rela dan bekerja dengan hati telah jadi sumber inspirasi, motivasi dan kekuatan spiritual bagi saya dalam melaksanakan tugas. Bekerja dengan hati telah menjadi pedoman hidup saya sejak kuliah hingga saat ini. Bekerja dengan hati membuat saya mampu menghadapi dan melewati rintangan demi rintangan,” tegasnya.

Diungkapkan ibu 4 anak ini, selain dukungan para dosen yang telah mendidiknya hingga memboyong ijasah dan bekerja, dukungan doa kedua orang tua  dan  terutama dukungan besar sang suami Sabinus Clemens Mboa dan anak-anaknya (MariaYuniarti L. Reu, Patricia Dwiyanti D. Weko, Maria Noviana Weko, dan Yohanes Ardiles K. Mboa)  menjadi spiritual cinta yang senantiasa memberikan kekuatan baginya dalam bekerja melaksanakan tugas negara. (bungkornell/suaraflores.com)