SUARAFLORES.NET — Tidak ada yang harus ditakuti untuk berpaling kepada Tuhan dengan doa, terutama di saat-saat penuh keraguan, penderitaan dan pada saat membutuhkan Tuhan. Yesus tidak ingin orang menjadi mati rasa terhadap persoalan kehidupan dan memadamkan hal-hal yang menjadikan mereka manusia ketika mereka berdoa.
“Tuhan tidak ingin kita menyembunyikan pertanyaan dan permintaan kita, belajar untuk bertahan dengan segalanya. Sebaliknya, dia ingin setiap rasa sakit, setiap kekhawatiran kita naik ke surga dan menjadi dialog dengan Tuhan, sang ayah,” kata Paus Fransiskus pada 12 Desember kepada umat yang hadir di ruang audiensi Paulus VI seperti dilansir ucanews.com, (14/12).
Melanjutkan rangkaian pembicaraannya tentang doa Bapa Kami, paus merefleksikan kesederhanaan doa itu dan bagaimana doa itu menciptakan keakraban yang intim dengan Allah.
Dengan doa Bapa Kami ini, Yesus menunjukkan suatu cara yang luar biasa untuk menyebut Tuhan sebagai “Bapa kita” tanpa kemegahan apa pun dan tanpa kata pengantar,” kata paus.
“Yesus tidak mengajak kita untuk datang kepada Tuhan dan memanggilNya ‘Ya, Allah yang maka kuasa’ atau ‘Ya, Allah yang maha tinggi,’ atau ‘Ya, Allah nun jauh di sana, dan aku yang tercela.”
“Tidak. Dia tidak mengatakan itu, tetapi hanya menggunakan kata ‘Bapa’ sama seperti anak-anak yang datang kepada ayah mereka. Kata ‘Bapa,’ mengungkapkan keintiman, saling percaya antara anak dan ayah,” kata paus.
Doa itu mengajak orang-orang untuk berdoa dengan cara yang memungkinkan semua penghalang menjadi tidak berdaya dan hancur.
Baca juga: Paus Fransiskus Membasuh Kaki Tahanan di Penjara Roma
Sementara Bapa Kami berakar pada “realitas konkrit” dari setiap manusia, doa haruslah dimulai dengan kehidupan itu sendiri.
“Doa pertama kita, adalah ratapan pertama yang datang bersama dengan napas pertama kita, dan itu menandakan takdir setiap manusia seperti rasa lapar, haus dan mencari kebahagiaan yang terus menerus.”
Doa dapat ditemukan di mana pun bila ada keinginan mendalam, kerinduaan, perjuangan, dan pertanyaan, kata Paus Fransiskus.
“Yesus tidak ingin menghilangkan apa yang menjadikan kita manusia, dia tidak ingin membius orang dalam doa. Yesus mengerti bahwa memiliki iman berarti mampu untuk berseru kepada Tuhan.”
“Kita semua harus seperti Bartimeus dalam Injil,” katanya. Orang buta di Yerikho ini terus berteriak meminta pertolongan Tuhan meskipun semua orang di sekitarnya menyuruhnya diam dan tidak mengganggu Yesus, yang – mereka merasa – tidak boleh diganggu karena dia begitu sibuk.
“Bartimeus tidak peduli dan malah berteriak lebih keras dengan penuh keyakinan. Yesus mendengarkan permohonannya dan mengatakan kepadanya bahwa imannya menyelamatkan dia,” kata paus.
Paus mengatakan ini menunjukkan bagaimana tangisan memohon penyembuhan sebagai bagian penting dari keselamatan, karena menunjukkan bahwa orang tersebut memiliki keyakinan dan harapan, dan terlepas dari keputusasaan mereka yang tidak percaya ada jalan keluar dari begitu banyak masalah hidup.
“Kita bisa ceritakan apa saja padaNya, bahkan hal-hal yang dalam hidup kita terdistorsi dan melampaui pemahaman. Dia berjanji kepada kita bahwa dia akan selalu bersama kita,” katanya.
Ketika menyapa pengunjung di akhir audiensi, paus mengucapkan selamat kepada semua orang dari Meksiko dan Amerika Latin, karena pada hari itu, 12 Desember adalah pesta pelindung Meksiko, Santa Maria Guadalupe. Dia memohon kepada Bunda Maria agar membantu orang-orang untuk menyerahkan diri mereka kepada kasih Tuhan dan menaruh semua harapan mereka kepadaNya.
Baca juga: Paus Fransiskus Menunjuk Romo Edwaldus Sedu Jadi Uskup Maumere
Sebelum menyapa hadirin, paus meniup beberapa lilin di atas kue ulang tahun yang disiapkan seorang pengunjung untuknya. Paus akan merayakan ulang tahunnya yang ke-82 pada tanggal 17 Desember.
Ketika menyambut pengunjung di akhir audiensi, paus bertemu dengan delegasi dari Panama, yang akan menjadi tuan rumah acara Hari Pemuda Sedunia yang akan datang pada bulan Januari, dan dia juga menyambut delegasi anggota parlemen Austria yang akan merayakan peringatan ulang tahun ke-200 lagu “Silent Night” yang disusun oleh seorang guru sekolah Austria.
Paus mengatakan bahwa “dengan kesederhanaannya yang mendalam, lagu ini membantu kita memahami peristiwa malam suci . Yesus, sang juru selamat, yang lahir di Betlehem, mengungkapkan kepada kita kasih Allah Bapa.” (***).