KUPANG, SUARAFLORES.NET,–Seorang bocah kecil dibawa lima tahun (balita), tertangkap kamera sedang makan di sebuah rumah kumuh milik pemulung di tempat pembuangan akhir sampah (TPA) Alak, Kota Kupang,NTT, Desember 2018. Bocah itu adalah anak dari pemulung yang setiap hari mengais hidup dari sampah-sampah yang dibuang.
Dalam sorotan mata, bocah yang tubuhnya digeranyangi penyakit (bintik-bintik merah) itu sedang makan sebutir telur ayam yang diberikan ibunya. Bocah laki-laki yang tampak kusut dengan pakain yang kotor dan kaki tangan yang kotor itu tampak dikerumuni kawanan lalat sambil berdiri di muka pintu rumah darurat tempat tinggal orang tuanya.
Melihat kedatangan beberapa awal media ke rumah kumuh tersebut, bocah kecil itu tampak takut dan menangis sambil memegang sebutir telur ayam yang sudah digigitnya. Ibunya, yang duduk memilah-milah sampah di samping kanan rumah dengan beberapa perempuan pemulung lainnya, seketika datang menghampiri anaknya, lalu menggendongnya menuju sampah-sampah yang telah ia pilah tersebut.
Disaksikan media ini, Elias, salah seorang warga yang datang mengunjungi keluarga kecil itu, berdialog dengan ibu kandung si bocah. Dalam dialog, Elias menanyakan tentang kondisi si bocah yang tubuhnya terkena penyakit gatal-gatal disekujur tubuh.
”Mama, anak mama ini sakit apa kok badannya ada banyak bintik-bintik merah?” Saya tidak tau bapa,” jawab si ibu. “Mama sudah bawa ke rumah sakit belum,” tanya Elias. “ Belum Bapa, saya tidak punya uang,” kata si ibu. “Mama harus bawa ke rumah sakit atau puskesmas supaya anak ini bisa diobati, lalu mama jangan bawa dia hidup ditempat ini kasian kesehatannya terganggu,” kata Elias menasehati sambil memberikan beberapa lembar rupiah untuk berobat. “Terima kasih banyak bapa,” kata si ibu sambil menerima pemberian Elias.
Baca juga: Batu dan Sabut Kelapa masuk ke Toilet R.S T.C Hillers, Dokter Clara Geram
Dari pantauan media ini, bukan hanya si boca kecil ini saja yang hidup di tengah kerumunan sampah TPA Alak. Selain si boca keci, ada begitu banyak anak-anak kecil yang setiap hari hidup membantu orang tuanya memilih dan memilah sampah-sampah untuk dijual. Ada bocah-bocah lain, dan anak-anak kecil seusia sekolah dan ada pula yang belum sekolah. Mereka bukan hanya memilih sampah, tetapi mereka juga makan dan minum makanan dan minuman kadaluarsa yang dibuang truk-truk pengangkut sampah.

Miris ketika media ini menyaksikan beberapa anak perempuan yang sedang membongkar-bangkir minuman kemasan Teh Kita yang baru dibuang truk sampah di tempat pembuangan sampah terbesar di Kota Kupang tersebut. Anak-anak kecil usia Paud itu, tampak gembira bersaing berebutan minuman bekas itu. Mereka mengambil beberapa botol yang masih utuh, dan kemudian meneguknya dengan lahap. Anehnya, orang tua atau orang-orang dewasa yang ada di tempat busuk itu tidak meralarang anak-anak agar tidak memakan atau meminum barang-barang yang sudah dibuang. Inilah fakta yang disaksikan Suaraflores.Net, Suaraflobamora.com, dan beberapa awak media yang sempat menginjakan kaki di TPA Alak beberapa waktu lalu.
Dari penulusuran media ini, kondisi kehidupan anak-anak pemulung di TPA Alak sangat memperihatinkan, anak-anak yang adalah generasi harapan masa depan ini, terancam dari berabgai jenis penyakit yang sudah pasti menyerang tubuh mereka. Beberapa pemulung senior, mengaku bahwa ada tim kesehatan pemerintah biasanya mengunjungi mereka, namun anak-anak kecil tidak bisa meninggalkan tempat busuk itu karena orang tua mereka setiap hari bekerja di tempat itu.
“Kami tidak bisa tinggalkan mereka di rumah sendiri. Jadi kami bawa anak-anak ke sini. Setiap hari kami kerja di sini untuk mendapatkan uang. Kalau kami tinggalkan anak di rumah siapa yang urus mereka,” kata salah satu perempuan pemulung bernama Yumina.
Baca juga: Cegah Kekerasan Pada Anak, Presiden Ingatkan Pentingnya Pembangunan Karakter
Yumina menceritakan kehidupan mereka setiap hari di tempat pembuangan sampah itu. Ia mengungkapkan bahwa ia memiliki 5 orang anak. Ada yang sudah sekolah dan ada yang belum. Suaminya adalah petugas kebersihan di lokasi itu yang digaji oleh pemerintah. Meski suami pegawai, ia tidak malu mengais rejeki di kubangan sampah.
“Suami saya pegawai kebersihan pak. Saya kerja di sini untuk tambah-tambah belanja kebutuhan rumah tangga. Penghasilan saya ya kurang lebih Rp200 -300 ribu setiap bulan. Ya lumayan bisa bertahan hidup,” ungkapnya. (bkr/sft)